Minggu, 26 Juli 2020

Ironi Siswa (Kakak-Beradik) di Sigi, Jangankan Akses Internet, Ponsel Saja Pinjam Tetangga

Kaka beradik, Nolin (kanan) dan Adel (kiri) Siswi SMPN 16
 Sigi ©2020

Sejak Covid-19 mewabah, pendidikan di tanah air saat ini sedang menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dengan memanfaatkan teknologi, siswa tetap bisa mengikuti pelajaran walau tanpa bertatap muka.

Diharapkan baik siswa maupun tenaga pengajar tidak saling tertular Sars-CoV-2 yang mengakibatkan Covid-19.

Ironinya, tidak semua siswa bisa mengikuti sistem tersebut lancar tanpa hambatan. Tidak semua siswa mempunyai ponsel apalagi kuota internet. Seperti dialami kakak beradik, Nolin dan Adel yang tinggal di pedesaan belum terjangkau jaringan internet.

Siswi di salah satu Sekolah Menengah Pertama yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah itu menuturkan keadaannya belum lama ini. Desanya yang tidak memiliki akses internet, memaksa keduanya acap kali harus pergi ke desa tetangga, dengan jarak kurang lebih lima kilometer dari rumah mereka.

"Di sini memang belum ada akses internet," tutur Nolin didampingi adiknya, Adel.

Masalah tak sampai di situ, mereka berdua hanya mempunyai satu perangkat gawai dan itupun hanya dipinjam dari tetangganya. Ponsel yang dipinjami tetangganya tersebut mereka pakai bergantian selama belajar daring.

"Saya kelas sembilan (3), kalau adik saya kelas delapan (2). Jadi kalau mau belajar online itu, HP-nya dipakai ganti-gantian. Harus ke Desa sebelah yang ada towernya juga kalau mau belajar," ungkap Nolin.

Memang, ekonomi menjadi kendala utamanya. Kedua orang tua Nolin dan Adel hanya berprofesi sebagai Petani, yang penghasilannya tidak menentu. Hingga sekarang, Adel mengaku telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 500.000, untuk digunakan mengisi pulsa data internet setaip belajar daring.

"Sudah ada lima ratus ribu mungkin untuk isi pulsa. Untuk ikut belajar,"jelasnya

Mereka berdua tidak ingin berhenti belajar menuntut ilmu dan menjadi pemilik masa lalu, namun kakak beradik ini giat belajar dengan tujuan menjadi pemilik masa depan.

Pagi itu, Rabu, 22 Juli 2020, Wajah sumringah terpancar dari raut muka kedua kakak beradik ini, ketika gurunya mendatangi langsung rumah mereka yang ada di Desa Tongoa, Dusun Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Sejumlah guru dari sekolah, tempat mereka menimba ilmu datang langsung ke rumah Nolin dan Adel untuk memberikan modul yang berisikan materi pembelajaran serta soal kepada mereka.

Ini menjadi salah satu langkah yang dilakukan oleh pihak sekolah SMPN 16 Sigi, kepada sejumlah siswa yang sulit mengikuti belajar daring. Meskipun, pihak sekolah mengaku sistem pembelajaran ini tidak begitu efektif.

"Sistem seperti ini tidak begitu efektif. Contohnya, tadi saja ada yang bertanya, ibu bagaimana menjawab soal ini. Karena kami juga tidak dibolehkan untuk tatap muka langsung secara lama dengan murid-murid," ujar Bungaria, Wakil Kepala SMPN 16 Sigi.

Sistem pembelajaran mendatangi langsung rumah siswa ini akan dilakukan pihak sekolah sebanyak tiga kali dalam sepekan.

"Kami juga mengerti, makanya soal-soal yang diberikan tidak begitu sulit. Dan jawabannya sudah ada di modul," jelas Bungaria

Letak geografis menjadi permasalahan tersendiri. Mengingat tidak sedikit rumah siswa yang jaraknya sangat jauh.bahkan ada di Luar Kabupaten, seperti rumah Nolin dan Adel.

"Kalau ke Dongi-dongi cuman jarak saja yang jauh. Ada juga rumah siswa kita tidak terlalu jauh dari sekolah, tapi medannya ekstrem karena jalannya rusak," ungkapnya.

Dinas Pendidikan setempat mengaku, selama program seperti itu diberlakukan, sekolah diperbolehkan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membiayai operasional para guru. Meskipun nominalnya tidak begitu besar.

"Mereka juga diperbolehkan untuk menggunakan dana BOS sebagai operasional guru. Nominalnya tergantung jarak, kalau tidak salah, tadi mereka bilang Rp 12.000," ungkap Andi Arno, Kabid Pendidikan Dasar Disdikbud Kabupaten Sigi.

Dinas pendidikan mengaku tidak bisa berbuat banyak, terkait kendala yang dialami sejumlah siswa-siswi. Keterbatasan anggaran menjadi kendala dan terpaksa kerja ekstra harus dilakukan. Langkah efektif saat ini yang dilakukan Disdikbud Kabupaten Sigi hanya mendampingi dan memberikan dukungan kepada seluruh tenaga pengajar.

"Sistem pembelajaran saat ini hanya dua, yakni luring atau luar jaringan (off line) dan daring/dalam jaringan. Di Kabupaten Sigi kami memilih luring karena tidak semua orang tua siswa maupun siswi memiliki handphone, bahkan hampir sebagian besar wilayah disini masih kesulitan jaringan internet," jelasnya.

Mungkin, kesulitan belajar secara daring ini tidak hanya dirasakan oleh Nolin dan Adel. Tapi bagi mereka siswa yang ada di daerah lain di Indonesia.

Seperti perkataan seorang Filsuf asal Yunani, Aristoteles, yaitu Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis. Hal ini seperti yang dirasakan Naolin dan Adel serta siswa-siswi di Desa Tongoa, Dusun Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah lainnya yang tetap giat belajar meski sebagian besar terkendala perangkat dan akses internet. Seperti diberitakan Antara.

Related Posts